KETIKA telinganya menangkap suara adzan Subuh, dia tergagap bangun dari tidurnya. Ketika bangun, dia merasa dingin. Langkah terkejutnya dia tatkala bangun, dia dalam keadaan bugil. Tak selembar benang pun yang menutupi tubuhnya yang ceking.
Di atas kepalanya tepatnya di ujung bantal, dia menemui arca kecil yang barusan ditemukan di halaman rumahnya. Arca itu seingatnya diletakkan di atas meja kerjanya yang dibuatnya untuk menulis artikel di beberapa media. Tetapi, mengapa arca itu tiba-tiba berpindah tempat ? Lalu, siapa yang berbuat seperti itu dia sendiri tidak tahu.
Malam itu seingatnya dia telah bermimpi, dan seolah mimpinya itu seperti kejadian yang sesungguhnya. Lalu, ketika bangun dia tiba-tiba sudah dalam keadaan bugil.
“Baru akan berangkat ya, Nung?” seseorang yang bernama Pak Karwa menyapanya ketika hendak berangkat menuju tempat pekerjaannya.
“Iya Pak Wa, lalu Pak Wa hendak ke mana?” Hanung ganti bertanya sambil menatap Pak Karwa yang berdiri di depannya.
“Aku memang sengaja hendak menemuimu. Ada sesuatu yang hendak kubicarakan. Kemarin ketika aku hendak pergi ke rumahmu, terhalang oleh hujan yang datang deras sekali.”
“Ada perlu apa sih Pak, kelihatannya penting sekali..?” Hanung mengernyitkan keningnya yang lebar.
“Ya sedikit penting, tetapi kamu kan tidak tergesa-gesa pergi ke tempat pekerjaanmu to ?”
“Ah..tidak Pak. Lagi pula ini kan masih agak pagi..” jawab Hanung.
“Kalau bagitu,mari duduk di atas buk sana sambil rokokan” ajak Pak Karwa seraya menunjuk pada sebuah buk di dekat kali yang sebagian sudah rusak karena kurang terawat. Sambil meminggirkan sepeda motornya, Hanung menuruti ajakan Pak Karwa.
“Begini lho Nung, kamu kan masih menjadi mandor di truk pasir to ?”
“Masih..” jawab Hanung singkat.
“Begini Nung, kakakmu si Taslim rencananya akan membangun rumah. Maksudku pasirnya aku minta tolong kamu saja yang memasoknya”
“Lalu yang akan dibangun itu di mana to Pak ?”
“Di sebelah masjid itu lho Nung” tangannya Pak Karwa menunjuk ke arah masjid.
“O.. apa yang ada pohon kelapa duanya itu ?”
“Betul sekali. Sebagian pohon-pohon kelapa itu sudah banyak yang ditebangi, tinggal dua pohon kelapa itu yang masih berdiri. Nanti pasirnya diturunkan di sana sekali. Truk yang mengangkut kan bisa sampai di sana ya Nung ?”
“O..bisa Pak, lalu Bapak membutuhkan berapa rit ?” mata Hanung tampak bersinar oleh rasa kegembiraan di hatinya.
“Dua rit saja cukup Nung. Nanti kalau kurang gampang. Uangnya bisa langsung kamu minta di Taslim. Tentang harganya terserah kamu. Syukur kalau bisa murah”. Hanung tersenyum.
Ternyata hanya itu yang mereka bicarakan berdua.
Sore harinya ketika pulang dari kerja dia mampir sejenak untuk membeli martabak dan terang bulan kegemaan Parli, anak tetangga sebelah yang masih berusia sebelas tahun. Parli merupakan sebagian dari hidupnya. Dia oleh Hanung sudah dianggapnya sebagai adik sendiri. Dia sering dimintai tolong oleh Hanung untuk membeli rokok dan kebutuhan lainnya. Bukan main senang si Parli mendapatkan makanan yang paling disenanginya.
“Bagaimana Mas, terbukti kan apa yang kukatakan?” kata Dewi Cemani yang selalu bertemu dengan Hanung dalam mimpi dua malam berturut-turut. Di dalam mimpi itu Hanung selalu melakukan hubungan layaknya suami-istri. Ketika hendak tidur, Hanung selalu mengenakan kaos oblong dan sarung. Tetapi, anehnya, setelah melakukan hubungan senggama dengan Dewi Cemani dalam mimpi, setelah bangun dia dalam keadaan bugil. Kaos oblong yang tadinya dikenakan bersama dengan sarungnya sekali, namun setelah melakukan hal itu dengan Dewi Cemani yang tiba-tiba saja datang, setelah bangun dari tidurnya selalu dalam keadaan bugil.
“Tidak hanya itu Mas, kalau Mas Hanung bisa melayani aku lagi lebih dalam, rejeki Mas Hanung akan terus bertambah. Bahkan Mas Hanung bisa membeli rumah yang bagus, dan bisa membeli Kijang Innova. Bagaimana Mas Hanung, apakah Mas Hanung bersedia?”
Hanung hanya mengangguk dengan rasa heran. Bagaimana aku harus melayaninya lebih dalam lagi ? Hatinya bingung dan merasa resah. Tetapi, demi mendengar apa yang telah diucapkan oleh Dewi Cemani dengan kata-kata yang serba menggiurkan, membuat hati Hanung bergetar. Tetapi, bagaimana aku harus melayaninya lebih dalam lagi ? Padahal mereka melakukan hal itu hanya terbatas dalam mimpi. Suara batin Hanung yang diwarnai dengan kebingungan itu berhasil diketahui dalam benak Dewi Cemani.
“Aku tahu kalau Mas Hanung diliputi kebingungan. Begini Mas, beberapa hari yang lalu Mas Hanung kan menemukan sebuah patung cilik. Nah, dari patung itulah Mas Hanung bisa memilih wanita yang bisa diajak kencan..”
“Tetapi, bagaimana caranya? Apakah aku harus pergi ke tempat lokalisasi kemudian mengajak salah seorang di antara PSK. Saya yakin kalau wanita PSK itu dengan mudah mau saya ajak kencan, asalkan diberi uang imbalan..”
Ketika mendengar usulan Hanung untuk mengajak kencan PSK, Dewi Cemani tertawa ngakak.
“Apa Mas bilang? Wanita PSK yang akan Mas Hanung ambil dari tempat-tempat prostitusi? Jangan.. sekali lagi jangan. Aku sama sekali tidak mau dengan wanita pelanyahan..” Hanung menjadi makin kebingungan.
“Lalu kalau begitu, apa aku harus merayu wanita baik-baik yang bisa saya ajak kencan ? Aku khawatir kalau wanita yang kurayu dan kuajak kencan itu menjadi marah-marah kemudian melaporkan kepada sanak-saudaranya. Aku bisa dikeroyok hingga babak-belur. Mereka menganggapku sebagai orang kurang ajar..”
“Tentu.. kalau Mas Hanung merayu wanita yang akan Mas ajak kencan akan marah-marah dan menganggap Mas Hanung sebagai laki-laki yang kurang ajar. Aku tahu Mas akan kesulitan untuk mendapatkan wanita baik-baik yang akan diajak kencan. Tetapi, Mas, ada cara yang paling mudah untuk mendapatkan wanita itu. Sekali lagi sangat mudah. Aku tahu bahwa Mas Hanung telah menemukan sebuah patung kecil. Nah dari patung itulah Mas Hanung bisa dengan mudah menemukan wanita yang akan Mas ajak kencan. Tunjukkan patung di depan wajah wanita yang Mas Hanung pilih yang Mas Hanung bawa. Di dalam patung itu aku akan masuk di dalamnya. Nanti wanita yang berpandangan dengan patung itu langsung tunduk apa yang Mas Hanung perintahkan. Dalam melakukan kencan dengan berbagai wanita, saya jamin si wanita itu tak akan merasakan apa-apa. Nah, setiap Mas melakukan kencan dengan wanita siapa saja, Mas Hanung akan mendapatkan harta yang melimpah yang datangnya tak diperhitungkan sebelumnya. Namun, dengan syarat wanita yang Mas Hanung gauli jangan sekali-sekali yang masih perawan.” Demikian pesan Dewi Cemani dalam mimpi.
Setelah itu beberapa hari kemudian banyak para tetangga yang melihat Hanung berboncengan sepeda motor dengan wanita. Entah ke mana. Semenjak itu kekayaan Hanung semakin melimpah. Dia bukan orang yang mencarikan pasir lagi. Tetapi, sudah menjadi juragan. Dia mampu membeli beberapa truk sebagai armada usahanya.
Namun, pada suatu ketika, Hanung bepergian ke luar kota untuk mengurus usahanya, rumahnya dibobol pencuri. Dua pembantu rumah tangganya yang terdiri dari suami-istri tak bisa berkutik. Mereka tangannya diikat, dan mulut mereka dibungkam dengan lakban. Tetangganya tak ada yang mengetahui bahwa malam itu rumah Hanung yang tergolong mewah disatroni pencuri. Celakanya, patung kecil yang digunakan untuk mencari pesugihan ikut terbawa si pencuri bersama barang-barang berharga dan sejumlah uang jutaan rupiah.
Semenjak kehilangan barang yang sangat berharga berupa patung kecil itu, kehidupan Hanung berubah total. Usahanya semakin surut. Semua harta yang masih tersisa termasuk rumah terjual. Setiap hari ada saja yang menagih utangnya.
Akhirnya, Hanung terkena serangan gangguan jiwa. Dia sering melamun.
Pada suatu pagi di pasar yang berdekatan dengan bekas rumah Hanung gempar. Pasalnya, Hanung kedapatan mati secara mengenaskan.
Wajah dan tubuhnya yang sudah cerai-berai rupanya terlindas kereta api cepat Jakarta-Surabaya. Dan, di atas rel kereta api itu Hanung mengakhiri hidupnya secara tragis. Sementara patung kecil yang ditemukan secara misterius itu hilang tak tentu rimbanya dengan meninggalkan petaka. (R.47)
Sumber